Landasan Psikologi


 
1. Pendahuluan
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Oleh karena itu, jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri.
Psikologi berasal dari bahasa Yunani “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi,  psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya (Ahmadi Abu dan Supriyono Widodo, 1990:1). Berbicara tentang hal jiwa, terlebih dulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah, yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar, misalnya reflek, nafsu, dan sebagainya. Jika jasmani mati, maka mati pulalah nyawanya.
Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Jiwa balita baru berkembang sedikit sekali sejajar dengan tubuhnya yang juga masih berkemampuan sederhana sekali. Makin besar seorang anak, makin berkembang pula jiwanya, dengan melalui tahap-tahap tertentu akhirnya anak itu mencapai kedewasaan baik dari segi kejiwaan maupun dari segi jasmani. Ada yang mengibaratkan bahwa jiwa dan badan itu sebagai burung dengan sangkarnya. Burung diumpakan jiwa, sedang sangkar adalah badannya. Ada pula yang mengatakan bahwa jiwa dan badan itu seperti tuan dengan kudanya. Ada lagi yang mengatakan bahwa setelah badan rusak, maka jiwa lahir kembali dengan badan baru, dan ada lagi yang mengatakan bahwa setelah manusia itu mati, jiwa tidak akan kembali lagi.
Bila dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain seperti: ilmu pasti, ilmu alam dan lain-lain, maka ilmu jiwa dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang serba kurang tegas, sebab ilmu ini mengalami perubahan, tumbuh, berkembang untuk mencapai kesempurnaan. Karena sifatnya yang abstrak, maka kita tidak dapat mengetahui jiwa secara wajar. Kita hanya dapat mengenal gejalanya saja. Jiwa adalah sesuatu yang tidak tampak, tidak dapat dilihat oleh panca indera. Demikian pula hakikat jiwa, tak seorang pun dapat mengetahuinya. Manusia dapat mengetahui jiwa seseorang hanya dengan tingkah lakunya. Jadi, tingkah laku merupakan kenyataan jiwa yang dapat kita hayati dari luar. Pernyataan tentang jiwa itu dinamakan gejala-gejala jiwa, diantaranya mengamati, menanggapi, mengingat, berpikir dan sebagainya. Dari pernyataan tersebut, muncullah definisi tentang ilmu jiwa, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
2. Masalah
Masalah dalam makalah ini meliputi:
1)      Bagaimanakah pembagian psikologi berdasarkan obyek yang diteliti serta kegunaannya.
2)      Bagaimanakah hubungan psikologi dengan ilmu-ilmu lain.
3)      Bagaimanakah gambaran landasan psikologi.

3. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui, (1) bagaimanakah pembagian psikologi berdasarkan  obyek yang diteliti serta kegunaanya, (2) bagaimanakah hubungan psikologi dengan ilmu-ilmu lain, dan (3)  bagaimanakah gambaran landasan psikologi itu.

4. Pembahasan
4.1    Berdasarkan atas lapangan atau obyek yang diteliti.
1.        Psikologi Umum: yaitu ilmu jiwa yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia dewasa yang normal dan beradab. Dalam psikologi umum yang dipelajari adalah sifat-sifat pada umumnya, artinya persamaan-persamaannya dari manusia dewasa, yang normal dan beradab. Sedangkan sifat-sifat kejiwaan manusia yang belum dewasa (anak-anak), manusia tidak normal (orang gila), dan manusia yang tidak beradab (orang primitif), tidak termasuk ilmu jiwa umum, melainkan termasuk ilmu jiwa khusus
2.        Psikologi khusus: yaitu ilmu jiwa yang mempelajari sifat-sifat khusus dari gejala-gejala kejiwaan manusia. Psikologi khusus terdiri atas:
a.              Ilmu jiwa anak: yaitu ilmu jiwa yang mempelajari jiwa anak sejak lahir hingga dewasa.
b.             Ilmu jiwa perkembangan: yaitu mempelajari bagaimana proses perkembangan kehidupan jiwa anak normal.
c.              Ilmu jiwa kriminal: yaitu mempelajari soal-soal yang berhubungan dengan kejahatan, misalnya untuk mengetahui dasar dan alasan-alasan berbuat jahat.
d.             Psikopathologi: yaitu mempelajari tentang penyakit-penyakit jiwa atau kelainan-kelainan jiwa seseorang.
e.              Ilmu watak (karakterologi): yaitu mempelajari watak seseorang atau golongan.
f.              Massa-psikologi: yaitu mempelajari gejala-gejala yang terjadi pada himpunan manusia banyak.
g.             Ilmu jiwa golongan atau kemasyarakatan: yaitu mempelajari gejala-gejala jiwa dalam golongan hidup, misalnya guru, hakim, buruh, pelajar dan sebagainya.
h.             Ilmu jiwa bangsa-bangsa: yaitu mempelajari gejala-gejala dalam tiap-tiap  bangsa, misalnya bangsa Indonesia, India, Tionghoa dan sebagainya.
Berdasarkan kegunaannya, ilmu jiwa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu.
1.         Ilmu jiwa teoritis, yaitu ilmu jiwa yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan untuk gejala-gejala itu sendiri, artinya belum dihubungkan dengan praktek hidup sehari-hari, melainkan mempelajari gejala-gejala tersebut sebagai pengetahuan saja untuk menambah pengetahuan tentang kejiwaan.
2.         Ilmu jiwa praktis, yaitu ilmu jiwa yang mempelajari segala sesuatu tentang jiwa untuk digunakan dalam praktik. Ilmu jiwa praktis meliputi.
a.              Psiko-teknik, yaitu teori tentang cara menetapkan pribadi dan kecakapan seseorang dalam memegang jabatan tertentu.
b.             Psikologi pendidikan, yaitu mempelajari hal ikhwal jiwa untuk keperluan pendidikan. Jadi segala gejala-gejala yang berhubungan dengan proses pendidikan dipelajari secara mendalam.
c.              Ilmu jiwa pengobatan, yaitu mempelajari gejala-gejala kejiwaan yang berhubungan dengan penyembuhan penyakit. Para dokter selalu berusaha menyelami jiwa orang-orang yang diobatinya, agar dapat mengetahui sebab yang sebenarnya dari penyakit yang diderita seseorang, sehingga memudahkan cara mengobatinya.
d.             Ilmu jiwa kriminal, yaitu mempelajari soal-soal yang berhubungan dengan kejahatan, dan mengetahui alasan seseorang berbuat jahat.
e.              Ilmu jiwa pastoral, yaitu mempelajari cara memimpin pengikut suatu agama serta meyakinkan pengikutnya untuk mengkuti ajaran agamanya. Umumnya ilmu jiwa ini dipelajari oleh para pemimpin agama.
f.              Psikiatri, yaitu ajaran untuk menyembuhkan penyakit jiwa atau urat syaraf. Ahli penyakit ini disebut psikiater.
g.             Psiko-diagnostik, yaitu teori tentang cara menetapkan tanda-tanda penyakit jiwa.
h.             Psiko-therapi, yaitu cara mengobati cacat jiwa dengan berbagai metode, misalnya sugesti, hipnotis, psikoanalisa atau ungkapan jiwa.

4.2    Hubungan psikologi dengan ilmu-ilmu lain.
Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari keadaan manusia, sudah barang tentu mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lain, yang sama-sama mempelajari tentang keadaan manusia. Hal ini akan memberi gambaran bahwa manusia sebagai mahluk hidup tidak hanya mempelajari psikologi saja, tetapi juga mempelajari ilmu-ilmu lain. Manusia sebagai mahluk budaya, maka psikologi akan mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu kebudayaan, filsafat, antropologi, sosiologi, biologi dan sebagainya. Hubungan psikologi dengan ilmu-ilmu lain meliputi.
a.       Hubungan psikologi dengan filsafat
b.      Hubungan psikoligi dengan ilmu pengetahuan alam
c.       Hubungan psikologi dengan biologi
d.      Hubungan psikologi dengan sosiologi
e.       Hubungan psikologi dengan paedagogik
f.       Hubungan psikologi dengan agama

4.3    Gambaran landasan psikologi
Landasan psikologi meliputi, (1) psikologi perkembangan, (2) psikologi belajar, (3) psikologi sosial, (4) kesiapan belajar dan aspek-aspek individu, dan (5) implikasi konsep pendidikan (Pidarta, 2007:195)
1.        Psikologi Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah:
a.         Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap lain.
b.        Pendekatan diferensial. Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini orang-orang membuat kelompok-kelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok, maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, agama, status sosial ekonomi, dan sebagainya.
c.         Pendekatan inspiratif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling banyak dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada dua macam yaitu yang bersifat menyeluruh dan bersifat khusus, yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan. Sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbangkan faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pentahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson.
Menurut Crijns (dalam Pidarta, 2007:196) periode atau tahap perkembangan manusia secara umum adalah sebagai berikut.
1.    Umur 0-2 tahun disebut masa bayi. Pada masa ini, si bayi sebagian besar memanfaatkan hidupnya untuk tidur, memandang, mendengarkan, kemudia belajar merangkak, dan berbicara.
2.    Umur 2-4 tahun disebut masa kanak-kanak. Pada masa ini anak sudah mulai bisa berjalan, menyebut beberapa nama. Pengamatan yang mula-mula global, kini sudah mulai bisa melihat struktur, permainan mereka bersifat fantasi, masih suka menghayal sebab belum sadar akan lingkungannya.
3.    Umur 5-8 tahun disebut masa dongeng. Anak-anak pada masa ini mulai sadar akan dirinya sebagai seseorang yang mempunyai kedudukan tersendiri seperti halnya dengan orang-orang lain
4.    Umur 9-13 tahun disebut masa Robinson Crusoe (nama seorang petualang). Dalam masa ini mulai berkembang pemikiran kritis, nafsu persaingan, minat-minat, dan bakat. Mereka ingin mengetahui segala sesuatu secara mendalam, suka bertanya, dan menyelidiki.
5.    Umur 13 tahun disebut masa pubertas pendahuluan, misalnya anak-anak ini mulai tertuju ke dalam dirinya sendiri, mereka mulai belajar bersolek, suka menyendiri, melamun, dan segan olahraga.
6.    Umur 14-18 tahun disebut masa puber. Mereka kini mulai sadar akan pribadinya sebagai seorang yang bertanggung jawab. Mereka sadar akan hak-hak segala kehidupan dalam lingkungannya. Mereka mulai mengoreksi diri sendiri, seperti mengapa dia ada dan apa hubungannya dengan dunia ini.  Mereka takut dicampuri oleh orang dewasa, hanya berhubungan dengan teman-teman seperasaan.
7.    Umur 19-21 tahun disebut masa adolesen. Anak-anak pada masa ini mulai menemui keseimbangan, mereka sudah punya rencana hidup tertentu dengan nilai-nilai yang sudah dipastikannya. Namun mereka belum berpengalaman, maka timbullah sikap radikal, ingin menolak, mencela, dan merombak hal-hal yang tidak disetujuinya dalam politik, agama, sosial, kesenian, dan sebagainya.
8.    Umur 21 tahun ke atas disebut masa dewasa. Pada masa ini remaja mulai menyadari bahwa pekerjaan manusia tidak mudah dan selalu ada cacatnya. Mereka mulai berhati-hati.
Sekarang kita lihat psikologi perkembangan menurut Rouseau. Dia membagi masa perkembangan anak atas empat tahap, yaitu.
1.      Masa bayi dari 0-2 tahun yang sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2.      Masa anak dari 2-12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup manusia primitif.
3.      Masa pubertas dari 12-15 tahun, ditandai dengan perkembangan pkiran dan kemauan berpetualang.
4.      Masa Adolesen dari 15-25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja di usia ini sudah mulai belajar berbudaya.
Sementara itu Stanley Hall penganut teori evolusi dan teori rekapitulasi membagi masa perkembangan anak sebagai berikut (Nana Syaodih dalam Pidarta, 1988:199).
1.      Masa kanak-kanak ialah umur 0-4 tahun sebagai masa kehidupan binatang.
2.      Masa anak ialah umur 4-8 tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu.
3.      Masa muda ialah umur 8-12 tahun sebagai manusia belum berbudaya.
4.      Masa adolesen ialah umur 12-dewasa merupakan manusia berbudaya.
Havinghurst menyusun fase-fase perkembangan sebagai berikut (Mulyani dalam Pidarta, 1988:201).
1.      Tugas perkembangan masa kanak-kanak.
2.      Tugas perkembangan masa anak.
3.      Tugas perkembangan masa remaja.
4.      Tugas perkembangan masa dewasa awal
5.      Tugas perkembangan masa setengah baya
6.      Tugas perkembangan orang tua.


4.4         Psikologi Belajar
Belajar adalah perubahan prilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman, dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain. Ada sejumlah prinsip belajar menurut (Gagne dalam Pidarta, 1979:206).
1.      Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang respons anak yang diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.
2.      Pengulangan, situasi dan respons anak diulang-ulang atau dipraktikkan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat.
3.      Penguatan, respons yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respons itu.
4.      Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar.
5.      Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak.
6.      Ada upaya untuk membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam mengajar.
7.      Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar.
8.      Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam pengajaran.

4.5         Faktor-faktor Psikologi dalam Belajar
Menurut Suryabrata (2007:236) hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah sebagai berikut:
-          Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
-          Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju;
-          Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, teman;
-          Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru baik dengan kooperasi maupun dengan kompetisi;
-          Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran;
-          Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar
Apa yang telah dikemukakan diatas adalah sekedar penyebutan sejumlah kebutuhan-kebutuhan saja, yang tentu saja dapat ditambah lagi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut tidaklah lepas satu sama lain, melaikan suatu keseluruhan (kompleks) untuk mendorong belajarnya anak. Kompleks kebutuhan-kebutuhan itu sifatnya individual berbeda dari anak yang satu ke anak yang lainnya. Pendidik harus berusaha mengenal kebutuhan yang mana yang dominan pada anak didiknya.

4.6         Psikologi Sosial
Psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang dalam masyarakat, yang menggabungkan ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antarindividu (Hollander dalam Pidarta, 1981:219). Dengan demikian, psikologi ini mencoba melihat keterkaitan masyarakat dengan kondisi psikologi kehidupan individu.Motivasi juga merupakan salah satu aspek psikologi sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit untuk berpartisipasi di masyarakat. Sehubungan dengan ini, pendidik mempunyai kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul sehingga mereka dengan senang hati belajar di sekolah.
Kecenderungan manusia untuk bersahabat sudah dimulai sejak permulaan dia hidup, yaitu sejak masih bayi. Hampir semua bayi merespons secara positif terhadap satu atau lebih orang dewasa yang ada disekitarnya. Lebih lanjut, hampir semua orang tua sayang terhadap anak-anaknya, mereka ingin selalu dekat dengan anak-anaknya. Demikian juga sebaliknya. Hal inilah yang membuat terjadinya persahabatan atau keakraban.
Ada kecenderungan umum bahwa orang-orang membentuk kesan tentang orang lain dalam pertemuan sekejap saja. Melihat orang atau gambarannya, seseorang cenderung membuat keputusan tentang sejumlah karakteristik orang bersangkutan. Perlu diketahui bahwa kesan pertama belum tentu benar. Bila kesan pertama salah, setelah melihat penampilan sesungguhnya, dapat membuat si pemberi kesan  kecewa.

4.7         Kesiapan Belajar dan Aspek-aspek Individu
Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Sementara itu, kesiapan kognisi bertalian dengan pengetahuan, pikiran, dan kualitas berpikir seseorang dalam menghadapi situasi belajar yang baru. Kemampuan-kemampuan ini bergantung pada tingkat kematangan intelektual.
Dalam proses pendidikan, peserta didik atau warga belajarlah yang harus memegang peranan utama. Sebab mereka adalah invidu yang hidup dan mampu berkembang sendiri. Pendidikan harus memperlakukan dan melayani perkembangan mereka secara wajar. Ibarat proses mekarnya bunga, pendidik tidak boleh memaksa kelopak-kelopak bunga agar segera mekar, melainkan harus menunggu dengan sabar sambil rajin memberi pupuk.
Peserta didik atau warga belajar adalah sebagai individu, mereka dapat dapat juga disebut sebagai subjek didik. Subjek didik merupakan subjek yang mempunyai pendirian sendiri, asprasi sendiri, kemampuan sendiri, dan sebagainya. Mereka mampu melakukan kegiatan sendiri untuk mengembangkan dirinya masing-masing dengan menggunakan perlengkapan-perlengkapan yang mereka miliki

4.8         Implikasi Konsep Pendidikan
Tinjauan tentang psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi sosial, dan kesiapan belajar serta aspek-aspek individu, memberikan implikasi kepada konsep pendidikan. Implikasi itu sebagian besar dalam bidang kurikulum, sebab materi pelajaran dan proses belajar harus sejalan dengan perkembangan, cara belajar, cara mengadakan kontak sosial, dan kesiapan belajar mereka. Implikasinya terhadap konsep pendidikan adalah sebagai berikut.
1.             Psikologi perkembangan yang bersifat umum, yang berorientasi pada afeksi, dan pada kognisi, semuanya memberi petunjuk pada pendidik bagaimana seharusnya ia menyiapkan dan mengorganisasi materi pendidikan serta bagaimana membina anak-anak mereka agar mau belajar sukarela.
2.             Psikologi belajar
 Klasik
1)    Disiplin mental bermanfaat untuk menghafal perkalian dan melatih soal-soal.
2)    Naturalis atau aktualisasi diri bermanfaat untuk pendidikan seumur hidup.
3)    Behavioris, bermanfaat atau cocok untuk membentuk perilaku nyata.
4)    Kognisi cocok untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang lebih rumit yang membutuhkan pemahaman dalam memecahkan masalah, dan berkreasi menciptakan sesuatu bentuk atau ide baru.
3.    Psikologi Sosial
a.     Persepsi diri atau konsep tentang diri sendiri ternyata bersumber dari perilaku yang overt dan persepsi kita terhadap lingkungan yang banyak dipengaruhi oleh sikap serta perasaan kita. Agar para siswa memiliki konsep diri yang riil, maka pendidik perlu mengembangkan perilaku yang overt, persepsi terhadap lingkungan secara wajar, dan sikap serta perasaan yang positif. Konsep diri yang keliru dapat merusak perkembangan anak.
b.    Pembentukan sikap bisa secara alami, dikondisikan, dan meniru sikap para tokoh. Pendidik perlu membentuk sikap anak yang positif dalam banyak hal.
c.     Sama dengan sikap, motivasi anak juga perlu dikembangkan pada saat yang memungkinkan.
d.    Hubungan yang intim diperlukan dalam proses konseling.
e.     Pendidik perlu membendung perilaku agresif anti sosial, tetapi mengembangkan agresif prososial dan sanksi.
f.     Pendidik juga perlu mengembangkan kemampuan memimpin dikalangan anak-anak. Sebab kepemimpinan sangat besar peranannya dalam mencapai sukses belajar atau berorganisasi dalam kehidupan setelah dewasa.
4.  Kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu diperhatikan oleh pendidik, agar materi yang dipelajari anak-anak dapat dipahami dengan baik.

Penutup
Tidak diragukan lagi bahwa sejak anak manusia yang pertama lahir di dunia, telah dilakukan usaha-usaha pendidikan. Manusia telah berusaha mendidik anak-anaknya, kendati pun dalam cara yang sangat sederhana. Demikian pula sejak manusia saling bergaul, telah ada usaha dari orang-orang yang lebih mampu dalam hal-hal tertentu untuk memengaruhi orang lain, teman bergaul mereka, untuk kepentingan kemajuan orang-orang bersangkutan.
Dari uraian ini jelaslah kiranya, bahwa masalah pendidikan adalah masalah setiap orang dari dulu hingga sekarang, dan diwaktu-waktu yang akan datang.


Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu dan Supriyono Widodo. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryabrata, Sumadi. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada







           
LANDASAN PSIKOLOGI


Unversitas Sriwijaya.jpg









Oleh:
Tuty Kusmaini NIM 20112506078
Nyayu Lulu Nadya NIM 20112506059



Program Studi Pendidikan Bahasa
Bidang Kajian Utama Pendidikan Bahasa Indonesia
Program Pascasarjana
Universitas Sriwijaya
Palembang







           









Komentar

Postingan Populer