EKONOMI SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN


  A.      Pendahuluan
Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga. Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas.
Pendidikan menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan di lingkungan kerja. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila negara yang memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Pendidikan sebagai hak asasi individu anak bangsa telah diakui dalam Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 (2009:40) yang menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”****. Sedangkan Pasal 31 ayat (3) menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-undang”****. Oleh sebab itu, seluruh komponen bangsa baik orangtua, masyarakat, maupun pemerintah bertanggungjawab mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa perkembangan pengetahuan manusia melalui proses pendidikan formal sangat penting bagi perkembangan ekonomi. Sehubungan dengan itu, semua usaha yang akan dicapai melalui proses pendidikan, terutama pendidikan formal senantiasa melibatkan aspek ekonomi. Pencapaian prestasi belajar maupun mengajar sangat ditunjang oleh kelengkapan sarana dan prasarana belajar serta sarana dan prasarana mengajar. Untuk melengkapi sarana dan prasarana tersebut haruslah dengan dana (uang/alat pembayaran sah) sehingga semakin banyak tujuan yang akan dicapai akan semakin banyak pula dibutuhkan ekonomi.
Landasan ekonomi adalah suatu hal yang membahas peran ekonomi, fungsi fungsi produksi, efisiensi, dan efektivitas biaya dalam pendidikan. Ekonomi merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang peran ekonomi dalam pendidikan, anggaran pendidikan, fungsi produksi dalam ekonomi pendidikan, efisiensi dan efektivitas pendidikan, dan implikasi konsep pendidikan.

B.       Peran Ekonomi dalam Pendidikan
Globalisasi ekonomi yang melanda dunia, otomatis mempengaruhi hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Alasannya sederhana, yaitu karena takut digulung dan dihempaskan oleh gelombang globalisasi ekonomi dunia.
Perkembangan ekonomi makro berpengaruh pula dalam bidang pendidikan. Cukup banyak orang kaya sudah mau secara sukarela menjadi bapak angkat agar anak-anak dari orang tidak mampu bisa bersekolah. Perkembangan lain yang menggembirakan di bidang pendidikan adalah terlaksananya sistem ganda dalam pendidikan. Sistem ini bisa berlangsung pada sejumlah pendidikan, yaitu kerja sama antara sekolah dengan pihak usahawan dalam proses belajar mengajar para siswa adalah berkat kesadaran para pemimpin perusahaan atau industri akan pentingnya pendidikan.
Implikasi lain dari keberhasilan pembangunan ekonomi secara makro adalah munculnya sejumlah sekolah unggul. Inti tujuan pendidikan ini adalah membentuk mental yang positif atau cinta terhadap prestasi, cara kerja dan hasil kerja yang sempurna. Tidak menolak pekerjaan kasar, menyadari akan kehidupan yang kurang beruntung dan mampu hidup dalam keadaan apapun.
Dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
Untuk memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 (2008:26) untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi anggaran pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBN.
Dengan kenaikan jumlah alokasi anggaran pendidikan diharapkan terjadi pembaharuan sistem pendidikan nasional yaitu dengan memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Sesuai dengan visi tersebut, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

C.      Anggaran Pendidikan
Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara sehingga anggaran pendidikan dalam UU Nomor 41/2008 tentang APBN 2009 adalah sebesar Rp 207.413.531.763.000,00 yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rp 1.037.067.338.120.000,00. (http://asepanggayondaime.blogspot.com/2011/10/landasan-ekonomi-pendidikan.html)
 Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen tersebut disamping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (a) UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI I 2008. Menurut putusan Mahkamah Konstitusi, selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen untuk pendidikan.
Selain itu, Pemerintah dan DPR memprioritaskan pengalokasian anggaran pendidikan 20 persen dari APBN Tahun Anggaran 2009 agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat anggaran pendidikan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan amanat UUD 1945.
Hal tersebut harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh, agar Mahkamah Konstitusi tidak menyatakan bahwa keseluruhan APBN yang tercantum dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang disebabkan oleh adanya bagian dari UU APBN, yaitu mengenai anggaran pendidikan, yang bertentangan dengan UUD 1945.
Sedangkan pengalokasian anggaran pendidikan meliputi alokasi yang melalui belanja pemerintah pusat dan melalui transfer ke daerah. Untuk yang melaui belanja pemerintah pusat dialokasikan kepada Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan dua belas Kementerian Negara/Lembaga lainnya (Departemen PU, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Perpustakaan Nasional, Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen ESDM, Departemen Perhubungan, Departemen Kesehatan, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Bagian Anggaran 69). Sementara untuk yang melalui anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah adalah DBH Pendidikan, DAK Pendidikan, DAU Pendidikan, Dana Tambahan DAU, dan Dana Otonomi Khusus Pendidikan.
Saat ini, meskipun harus diakui bahwa kebijakan pendidikan nasional telah menunjukkan beberapa perkembangan yang berarti, masih belum tumbuh secara maksimal kesadaran di masyarakat tentang pentingnya pendidikan sebagai investasi jangka panjang dan penentu terjadinya mobilitas sosial. Masih cukup besar pemahaman bahwa pendidikan hanya bisa dijalankan ketika perekonomian dan tingkat kesejahteraan sudah cukup maju. Meskipun pemahaman ini cukup rasional mengingat pendidikan membuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi tidak seharusnya melahirkan pemikiran bahwa pendidikan serupa dengan proses konsumerisasi yang hanya bisa dilakukan oleh kelompok masyarakat yang kuat secara ekonomi. Jika demikian, maka tidak akan pernah terjadi mobilitas vertikal naik dari kelompok ekonomi lemah. Padahal, pendidikanlah saluran utama bagi terjadinya mobilitas sosial tersebut. Masyarakat harus menyadari bahwa, pendidikan bukanlah “barang konsumsi” yang hanya bisa didapatkan oleh kelompok masyarakat ekonomi kuat, tetapi hak setiap warga negara yang harus diperoleh untuk membangun mobilitas sosial.

D.      Fungsi Produksi dalam Pendidikan
Fungsi produksi adalah hubungan antara output dengan input. Fungsi produksi dalam pendidikan ini bersumber dari buku Thomas (tt.), yang membagi fungsi produksi menjadi tiga macam, yaitu (1) Fungsi produksi administrator, (2) fungsi produksi psikologi, (3) fungsi produksi ekonomi (Pidarta, 2007:246).
1.        Fungsi Produksi Administrator
Pada fungsi produksi administrator yang dipandang input adalah segala sesuatu yang menjadi wahana dan proses pendidikan. Input yang dimaksud adalah :
a.         Prasarana dan sarana belajar, termasuk ruangan kelas.
b.         Perlengkapan belajar, media, dan alat peraga baik di dalam kelas maupun di laboratorium, yang juga dihitung harganya dalam bentuk uang.
c.         Buku-buku dan bentuk material lainnya seperti film, disket dan sebagainya.
d.        Barang-barang habis pakai seperti zat-zat kimia di laboratorium, kapur, kertas, alat tulis.
e.         Waktu guru bekerja dan personalia lainnya yang dipakai dalam memproses peserta didik.
Sementara itu yang dimaksud dengan Output dalam fungsi produksi ini adalah berbagai bentuk layanan dalam memproses peserta didik. Lembaga pendidikan yang baik akan memungkinkan sama atau lebih kecil daripada harga output.
2.        Fungsi Produksi Psikologi
Input pada fungsi produksi ini adalah sama dengan input fungsi produksi administrator. Output fungsi produksi psikologi adalah semua hasil belajar siswa yang mencakup :
a.         Peningkatan kepribadian
b.         Pengarahan dan pembentukan sikap
c.         Penguatan kemauan
d.        Peningkatan estetika
e.         Penambahan pengetahuan, ilmu dan teknologi
f.          Penajaman pikiran
g.         Peningkatan keterampilan
Namun menghitung harga output pada fungsi produksi psikologi ini tidaklah mudah. Sebab tidak mudah mengkuantitatifkan dan menguangkan aspek-aspek psikologi. Suatu lembaga pendidikan dipandang berhasil dari segi fungsi produksi psikologi, kalau harga inputnya sama atau lebih kecil daripada harga outputnya.
3.        Fungsi Produksi Ekonomi
Input fungsi produksi ini adalah sebagai berikut :
a.         Semua biaya pendidikan seperti pada input fungsi produksi administrator.
b.         Semua uang yang dikeluarkan secara pribadi untuk keperluan pendidikan seperti uang saku, transportasi, membeli buku, alat-alat tulis dan sebagainya selama masa belajar atau kuliah.
c.         Uang yang mungkin diperoleh lewat bekerja selama belajar atau kuliah, tetapi tidak didapat sebab waktu tersebut dipakai untuk belajar atau kuliah.

Sementara itu yang menjadi outputnya adalah tambahan penghasilan peserta didik kalau sudah tamat atau bekerja, manakala orang ini sudah bekerja sebelum belajar atau kuliah.
Fungsi produksi ekonomi ini bertalian erat dengan marketing di dunia pendidikan. Marketing adalah analisis, perencanaan, implementasi dan pengawasan untuk memberikan perubahan nilai, dengan target pasar sebagai tujuan lembaga pendidikan. Marketing mencakup:
1.        Mendesain penawaran.
2.        Menentukan kebutuhan atau keinginan pasar dalam hal ini calon peserta didik
3.        Menentukan harga efektif, mengadakan komunikasi, distribusi dan meningkatkan motivasi serta layanan.

E.       Ekonomi Pendidikan
Sebagai tempat pembinaan, pendidikan tidak memandang ekonomi sebagai pemeran utama seperti halnya bisnis. Ekonomi hanya sebagai pemegang peran yang cukup menentukan, tapi bukan pemegang peranan utama (Pidarta, 2007:254) Ada hal lain yang lebih menentukan hidup matinya dan maju mundurnya suatu lembaga pendidikan dibandingkan dengan ekonomi, yaitu dedikasi, keahlian, dan keterampilan pengelola dan guru-gurunya.
Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan adalah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan. Bukan merupakan modal untuk dikembangkan, bukan untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Pidarta (2007:259-26) kegunaan ekonomi dalam pendidikan terbatas dalam hal-hal berikut :
1.        Untuk membeli keperluan pendidikan yang tidak dapat dibuat sendiri atau bersama para siswa, orang tua, masyarakat, atau yang tidak bisa dipinjam dan ditemukan di lapangan, seperti prasarana, sarana, media, alat belajar/peraga, barang habis pakai, materi pelajaran.
2.        Membiayai segala perlengkapan gedung seperti air, listrik, telepon, televisi dan radio.
3.        Membayar jasa segala kegiatan pendidikan seperti pertemuan-pertemuan, perayaan-perayaan, panitia-panitia, darmawisata, pertemuan ilmiah dan sebagainya.
4.        Untuk materi pelajaran pendidikan ekonomi sederhana, agar bisa mengembangkan individu yang berperilaku ekonomi, seperti hidup hemat, bersikap efisien, memiliki keterampilan produktif, memiliki etos kerja, mengerti prinsip-prinsip ekonomi.
5.        Untuk memenuhi kebutuhan dasar dan keamanan para personalia pendidikan
6.        Meningkatkan motivasi kerja
7.        Membuat para personalia pendidikan lebih bergairah bekerja.

F.       Efisiensi dan Efektivitas Dana Pendidikan
Menurut Pidarta (2007:265) yang dimaksud dengan efisiensi dalam menggunakan dana pendidikan adalah penggunaan dana yang harganya sesuai atau lebih kecil daripada produksi dan layanan pendidikan yang telah direncanakan. Sementara itu yang dimaksud dengan penggunaan dana pendidikan secara efektif adalah bila dengan dana tersebut tujuan pendidikan yang telah direncanakan bisa dicapai dengan relatif sempurna.
Pemerintah memandang perlu meningkatkan efisiensi pendidikan karena pertama, dana pendidikan sangat terbatas dan kedua, seperti halnya dengan departemen-departemen lain, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengalami banyak kebocoran dana. Untuk memanfaatkan dana yang sudah kecil ini secara optimal sangat diperlukan efisiensi dalam penggunaannya.
Seharusnya semua pemakaian dana pada kegiatan apa pun dalam pendidikan perlu diukur efisiensinya karena dalam Pasal 48 ayat 1 tertulis bahwa “Pengelolaaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparasi, dan akuntabilitas publik (Peraturan pemerintah, 2008:123).
Dalam proses belajar mengajar misalnya, efisiensi harus dilihat pada layanan dan hasil sebagai berikut.
1.        Apakah materi pelajaran yang diberikan telah tepat untuk mencapai tujuan tertentu dan apakah telah usang?
2.        Apakah guru atau dosen tidak terlambat datang dan mendahului usai dari waktu yang disediakan?
3.        Apakah metode belajar mengajarnya sudah tepat dengan materi yang dipelajari dan tujuan yang dicapai?
4.        Apakah guru atau dosen memakai alat peraga atau media yang tepat sesuai dengan konsep pendidikan, ataukah hanya memberi ceramah saja?
5.        Apakah pendidik memperhatikan displin dan ketertiban kelas?
6.        Apakah pendidik juga memperhatikan dan membina pengembangan afeksi anak disela-sela pengajarannya, atau hanya mengutamakan penguasaan materi belaka?
7.        Apakah pendidik menilai proses dan hasil belajar anak dengan betul dan dengan alat penilaian yang betul pula?
8.        Apakah pendidik juga menilai perkembangan afeksi dan psikomotor setiap anak, atau hanya menilai prestasi kognisi saja?
9.        Apakah proses dan hasil belajar kelas dipakai umpan balik untuk memperbaiki proses dan hasil belajar berikutnya, atau pendidik tidak mengaitkan hasil-hasil itu dengan pengajaran berikutnya!
10.    Apakah pendidik pernah berdiskusi dengan teman-temannya atau dengan supervisor tentang kesulitan-kesulitannya dalam mendidik dan mengajar?
11.    Apakah pendidik berusaha memperbarui materi pelajaran dan meningkatkan profesinya?
Inilah yang harus diukur untuk menentukan efisiensi dalam proses belajar mengajar. Sebab semua layanan dan usaha serta waktu yang dipakai bisa dihargai dengan uang.
Hal lainnya tentang penggunaan sarana dan prasarana pendidikan. Keefisiensian sarana dan prasarana pendidikan pun hendaknya perlu diukur. Menurut La Sulo (2005:236) gejala lain dalam penggunaan sarana pendidikan yaitu diadakannya dan didistribusikannya sarana pembelajaran tanpa dibarengi dengan pembekalan kemampuan, sikap, dan keterampilan calon pemakai, ataupun tanpa dilandasi oleh konsep yang jelas. Sejak tahun 1979 telah disebarkan alat peraga untuk Sekolah Dasar  di antaranya 23.000 set untuk bidang studi IPS, 88.000 set untuk matematika, dan 25.000 set alat peraga IPA. Sejauh mana alat tersebut digunakan dan bagaimana dampaknya terhadap peningkatan efektifitas belajar tidak dilakukan pengkajian.
Selain itu, perubahan kurikulum sering membawa akibat tidak dipakainya lagi buku paket siswa dan buku pegangan guru beserta perangkat lainnya karena harus diganti dengan buku-buku yang baru. Belum lagi terhitung biaya penataran para pelaksana pendidikan di lapangan, khususnya bagi guru agar siap melaksanakan kurikulum yang baru.
Semuanya ini menggambarkan bahwa di balik pembaruan terjadi pemborosan, meskipun sukar dielakkan. Selain itu, penggunaan sarana dan prasarana pendidikan pun hendaknya ditinjau segi keefisiensiannya. Carpenter (dikutip oleh Pidarta, 2007:271) mengemukakan prinsip umum menilai efektivitas sebagai berikut:
1.        Menilai efektivitas adalah berkaitan dengan problem tujuan dan alat memproses input untuk menjadi output. Tujuan atau output harus tepat dengan kriteria.
2.        Sistem yang dibandingkan harus sama, kecuali alat pemrosesnya. Misalnya yang harus sama atau homogen adalah tingkat pendidikan, kemampuan anak, sosial ekonomi, dan sebagainya.
3.        Mempertimbangkan semua output utama. Dalam pendidikan, yang dikatakan output utama adalah jumlah siswa yang lulus. Kualitas lulusan, yang dinilai ketika meluluskan mencakup afeksi, kognisi, dan keterampilan, serta penilaian bersifat kontinu.
4.        Korelasi diharapkan bersifat kausalitas. Yaitu korelasi antara cara memproses dengan output harus bersifat kausalitas.
Jadi, efektivitas pekerjaan mendidik terhadap beberapa kelompok siswa yang homogen, bergantung kepada alat dan cara memrosesnya atau pekerjaan mendidiknya. Bila tujuan yang dicapai lebih tepat dengan kelompok lainnya, maka pekerjaan mendidik yang paling tepat mencapai tujuan adalah yang paling efektif. Maka alat dan cara memroses inilah yang dipilih.
Menurut Pidarta (2007:272-273) efisiensi dan efektivitas pembiayaan pendidikan sebagai berikut:
1.        Penggunaan dana pendidikan haruslah efisien dan efektif.
2.        Penggunaan dana disebut efisien manakala dana yang digunakan sesuai atau lebih kecil daripada yang telah direncanakan dan menghasilkan layanan serta produksi pendidikan yang sama atau melebihi rencana semula.
3.        Penggunaan dana disebut efektif bila dengan dana tersebut tujuan pendidikan yang telah direncanakan semula bisa dicapai dengan kuantitas dan kualitas yang sama atau melebihi dari yang direncanakan.
4.        Efisiensi dan efektivitas penggunaan dan diberlakukan pada semua kegiatan pendidikan.
5.        Tujuan pengembangan konsep fungsi produksi pendidikan adalah untuk memudahkan menentukan efisiensi pendidikan.
6.        Faktor-faktor utama yang diperhatikan dalam menentukan tingkat efisiensi pendidikan adalah:
a.    Penggunaan uang
b.    Proses kegiatan
c.    Hasil kegiatan
7.        Efektivitas pendanaan juga untuk memilih alternatif pemrosesan yang terbaik.
Dalam bidang penelitian yang dilihat dalam menentukan tingkat efisiensi pendidikan adalah:
1.        Penggunaan uang yang sudah dialokasikan untuk masing-masing kegiatan.
2.        Proses pada setiap kegiatan.
3.        Hasil masing-masing kegiatan.

G.      Implikasi Konsep Pendidikan
Menurut Pidarta (2007:273-274) konsep-konsep pendidikan yang mungkin dikembangkan dari pembahasan mengenai landasan ekonomi adalah bertalian dengan hal-hal berikut:
1.        Dalam dunia pendidikan, faktor ekonomi bukan sebagai pemegang utama, melainkan sebagai pemeran yang cukup menentukan keberhasilan pendidikan. Sebab dengan ekonomi yang memadai maka prasarana, sarana, media, alat belajar, dan sebagainya bisa terpenuhi. Proses belajar mengajar bisa dilaksanakan secara lebih intensif dan motivasi serta kegairahan kerja personalia pendidikan meningkat sehingga dapat meningkatkan profesi.
2.        Faktor yang paling menentukan kehidupan dan kemajuan pendidikan adalah dedikasi, keahlian, dan keterampilan pengelola dan guru-guru atau dosen-dosen lembaga pendidikan itu.
3.        Fungsi ekonomi pendidikan adalah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan dan sebagai bahan pelajaran untuk membentuk manusia ekonomi.
4.        Manusia ekonomi yang dimaksud di atas adalah manusia yang dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kemampuan dan kebiasaan, yaitu memiliki etos kerja, biasa bekerja dengan sempurna, bersifat produktif, biasa hidup hemat, dan biasa hidup efisien.
5.        Dalam upaya membentuk SDM yang produktif, maka sistem pendidikan, struktur, kurikulum, dan jumlah serta jenis pendidikan diatur kembali, biaya pendidikan ditingkatkan dan diorientasikan kepada kebutuhan pengembangan ekonomi yang didasarkan pada teknologi tinggi, fleksibilitas, dan mobilitas angkatan kerja.
6.        Tiap-tiap lembaga pendidikan diupayakan agar mampu menghidupi diri sendiri, dengan cara mencari sumber-sumber dana tambahan sebanyak mungkin, disamping menerima dana dari pemerintah atau yayasan.
7.        Dana pendidikan perlu dikelola secara profesional.
8.        Semua penggunaan dana pada setiap kegiatan perlu dilakukan secara efisien dan efektif.
9.        Pengembangan konsep fungsi produksi adalah untuk memudahkan menentukan efisiensi pendidikan.
10.    Faktor-faktor utama yang diperhatikan dalam menentukan tingkat efisiensi pendidikan, yaitu penggunaan uang, proses kegiatan, dan hasil kegiatan.
    
H.      Penutup
Landasan ekonomi adalah suatu hal yang membahas peran ekonomi, fungsi produksi, efisiensi, dan efektivitas biaya dalam pendidikan. Ekonomi merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan.
Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan adalah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan. Bukan merupakan modal untuk dikembangkan, bukan untuk mendapatkan keuntungan. Kenyataannya, perkembangan pendidikan memerlukan ekonomi untuk dapat terus berjalan namun, pendidikan tanpa ekonomi bukan suatu hal yang mustahil karena masih dapat diatasi dengan bantuan pemerintah. Siswa diberikan bantuan agar dapat terus melanjutkan pendidikan.
            Selanjutnya, pada sarana dan prasarana dalam pendidikan yang ditunjang oleh ekonomi hendaknya dapat dievaluasi penggunaannya sehingga tidak ada kesan pemborosan dan tepat guna.























Daftar Pustaka

La Sulo, dan Umar Tirtahardja. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pidarta, Made. 2007. Landasan kependidikan: stimulus ilmu pendidikan bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Redaksi Nuansa Aulia. 2008. Himpunan perundangan-undangan Republik Indonesia tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Bandung: Nuansa Aulia.

Yondaime, Asep Angga. Landasan ekonomi pendidikan. (http://asepanggayondaime.blogspot.com/2011/10/landasan-ekonomi-pendidikan.html). di unduh tanggal 1 April 2012.

______.2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta: Citra Utama Media.

______. 2009. UUD 1945 dan Amandemen. Jakarta: Agogos Publishing.


















EKONOMI SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN









OLEH:

NYAYU LULU NADYA       NIM 20112506059
YELLY KUSNITA                NIM 20112506066


Bidang Kajian Utama Pendidikan Bahasa Indonesia
Program Studi Magister Pendidikan Bahasa
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya
Palembang

 

Komentar

Postingan Populer